Wulanggitang- Literasi-numerasi atau pembelajaran darurat di posko pengungsian difokuskan kepada pelajar laki-laki yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi, kata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Pembelajaran di tenda darurat ini tidak dilakukan seperti di dalam kelas, tetapi difokuskan pada literasi dan numerasi dengan penerapan pola reading camp,” kata Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Flores Timur Felix Suban Hoda dari Larantuka, Flores Timur, Selasa.

Pembelajaran darurat merupakan langkah yang diambil oleh dinas pendidikan setempat menyikapi banyaknya pelajar yang menjadi warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

Baca juga: Bambang Susantono: Rp40 triliun APBN dialokasikan bangun IKN

Pembelajaran telah dimulai sejak 4 Januari 2024 baik di posko pengungsian Boru, Kecamatan Wulanggitang maupun Konga, Titihena.

Para pelajar terdampak dari jenjang TK, SD, hingga SMP mengikuti pembelajaran darurat yang telah berjalan.

Pembelajaran di dalam kelas telah dilakukan pada 4-6 Januari, sedangkan aktivitas di dalam tenda milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI mulai berjalan hari ini.

Baca juga: Prabowo tak bisa sembarangan buka data Kemhan ke publik

Selain reading camp, Felix mengatakan kegiatan belajar mengajar darurat itu juga dikemas dalam bentuk permainan yang mengarah pada metode atau cara untuk trauma healing.

Menurut dia, pembelajaran darurat itu tidak dapat berjalan efektif dalam kondisi siaga bencana saat ini.

Namun, upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah semata-mata untuk tetap merawat motivasi belajar siswa.

Hingga kini para kepala sekolah dan guru dari dua kecamatan terdampak yakni Wulanggitang dan Ile Bura masih melakukan pendataan jumlah pelajar yang mengungsi dengan orang tua ke posko pengungsian maupun mengungsi secara mandiri ke rumah keluarga.

Felix juga telah menjalin komunikasi dan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sikka untuk memfasilitasi pelajar dari wilayah terdampak erupsi yang mengungsi dengan keluarga secara mandiri ke wilayah perbatasan Flores Timur-Sikka seperti di Desa Hikong, Kringa, dan Timutawa.

“Pembelajaran darurat ini berlaku sampai tanggal 14 Januari sebagaimana status masa darurat bencana, tetapi nanti kita sesuaikan dengan perkembangan selanjutnya,” ucapnya.

Baca juga: Pakar Pertahanan: Tawaran revitalisasi ASEAN perlu dicermati

Sejumlah pelajar SD Bawalatang, Desa Nawokote terpantau belajar di dalam tenda Kemendikbudristek yang digunakan untuk pembelajaran darurat.

Sebagian anak belajar materi perkalian sambil duduk, namun yang lain belajar dengan posisi rebahan di terpal biru yang digunakan sebagai alas.

Pelajar kelas enam bernama Rin (11) merasa senang karena banyak teman yang ditemui di tenda itu.

Namun, ia tetap merindukan belajar di dalam kelas menggunakan seragam.

“Sudah sekitar dua minggu di sini, senang banyak teman, tetapi lebih pilih pakai seragam,” katanya.

Guru dari SDK Kemiri Theresia Angela Leba yang mengajar siswa dan siswi terdampak erupsi itu mengatakan belum ada jumlah pasti pelajar yang mengikuti pembelajaran darurat.

Namun, data sementara tercatat sebanyak 170 anak dari kelas satu hingga enam.

Baca juga: Tim SAR gabungan evakuasi korban banjir di Jakarta

Ia pun berharap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim memperhatikan fasilitas pembelajaran darurat di posko pengungsian bencana ini seperti buku dan alat tulis.

“Mohon untuk fasilitas anak-anak kita, paling tidak kegiatan literasi dan numerasi yang sedang berjalan,” katanya berharap. (ANT)