Masyarakat harus kendalikan nalar supaya agama dipahami sesuai nilai kemanusiaan
Palu– Masyarakat memiliki peran penting dalam mengatur dan mengendalikan nalar beragama sehingga agama dapat dipahami sesuai dengan nilai kemanusiaan, kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Paku KH Zainal Abidin.
“Agama dan masyarakat memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Nalar agama bergantung pada nalar masyarakat,” kata Zainal Abidin di Palu, Kamis (2/10/2025).
Baca juga: Pemkot Palu: Dapur Sehat disiapkan untuk atasi stunting
Ia menjelaskan, agama tidak hadir dalam ruang hampa, melainkan selalu berinteraksi dengan lingkungan sosial, budaya, dan sejarah tempatnya berkembang, karena itu cara masyarakat memahami dan mengamalkan ajaran agama akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman kolektif mereka.
Menurut dia, jika masyarakat hidup dalam suasana penuh konflik, penindasan, atau kekerasan, maka narasi keagamaan yang dominan cenderung berpusat pada permusuhan dan kebencian.
Baca juga: DPRD Parimo minta SPPG perbaiki MBG hindari keracunan makanan
Dalam kondisi itu, ayat-ayat agama yang bersifat keras atau absolut lebih sering dikutip, sementara aspek kasih sayang dan perdamaian terabaikan.
“Akibatnya, agama bisa ditafsirkan secara radikal dan seolah-olah membenarkan kekerasan,” ujarnya.
Baca juga: Pemberian tabel tambah darah remaja putri di Parimo capai 89,64 persen
Sebaliknya, kata dia, jika suatu masyarakat terbentuk dengan nalar yang harmonis, inklusif, dan damai, maka ajaran agama akan lebih diarahkan pada nilai kemanusiaan, kasih sayang, dan toleransi.
Ia menegaskan, masyarakat membutuhkan agama sebagai panduan moral, sumber etika, dan landasan spiritual, sementara agama membutuhkan masyarakat agar tetap hidup, berkembang, dan relevan.
Baca juga: Pemprov Sulteng perlu susun regulasi khusus durian tunjang investasi
“Masyarakatlah yang memberi wajah kepada agama, apakah ramah dan penuh kasih, atau keras dan radikal, tergantung cara mereka menginterpretasikan ajarannya,” katanya menambahkan.
Ia mengingatkan, pentingnya masyarakat untuk mengendalikan nalar agar tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip positif dan moderat sehingga agama dapat menjadi sumber kebaikan, cinta, dan perdamaian. (Wan)
Tinggalkan Balasan